“Orang Indonesia
pada umumnya tidak meminati sejarah negara sendiri, mereka lebih suka
mitos dan fantasi nasionalisme,” demikian sastrawan Belanda Adriaan van
Dis.
“Memang
tidak enak mengatakan itu, tapi kadar intelektual para cendekiawan
Indonesia sangat kurang,” tutur Van Dis yang sedang merampungkan
dokumenter tentang Indonesia untuk televisi Belanda. Ia termasuk elit
intelektual Belanda yang banyak menulis dan dikutip dalam media Belanda.
Harian
Belanda NRC Handelsblad mewawancarai Adriaan van Dis tentang Indonesia
masa kini. Keluarga Adriaan berasal dari Indonesia, mereka berlatar
belakang Indo, campuran Indonesia-Belanda. Menurutnya penyebab
ketidaksadaran historis adalah: pemerintah Orde Baru mewariskan
kurikulum pendidikan yang jelek.
Pendapat
ini didukung sejarawan Indonesia, Hariyono, guru besar pada
Universitas Negeri Malang. Katanya, waktu yang diberikan dalam kurikulum
terbatas, guru sejarah kemudian mengambil jalan pintas. Sejarah
diajarkan sepotong-sepotong.
Menurut
Hariyono, masalah ini sudah berakar dalam masyarakat Indonesia jauh
sebelum Orde Baru. Jaman pergerakan nasional dan jaman kolonial melihat
sejarah bukan sebagai wacana akademis, namun sebagai mitos nasionalisme.
“Mereka
sampai lupa bagaimana posisi Indonesia dalam tatanan dunia. Sejarah
Indonesia tidak bisa dilihat dari konteks Indonesia saja,” demikian
Hariyono. Pemerintah Orde Baru menempatkan sejarah sebagai kepentingan
rejim. Kalau tidak mendukung kepentingan maka dianggap salah.
Bonnie
Triyana, sejarawan yang kritis terhadap kesadaran historis menyatakan
pelajaran sejarah pada jaman Orde Baru sangat mono tafsir. Artinya,
hanya ada satu kebenaran. Tidak ada versi lain. Dengan demikian generasi
muda tidak memiliki kesadaran kritis.
Namun
Bonnie menolak ide Adriaan van Dis bahwa orang Indonesia pada umumnya
acuh tak acuh terhadap sejarah mereka. “Sekarang dengan informasi lewat
internet, media massa yang bebas berkembang, orang bisa tahu banyak
tentang masa silam,” demikian Bonnie.
Ia
sendiri pemimpin redaksi Majalah Historia Online yang membidik anak
muda sebagai kelompok sasaran. Mereka datang dengan berbagai penafsiran
sejarah. “Jadi kesadaran historis kawula muda Indonesia tidak sejelek
yang diungkapkan Adriaan van Dis.”
Kesadaran
sejarah anak muda Indonesia yang tidak jelek dialami Ade Purnama,
pemiliki biro pariwisata sejarah Plesiran Tempo Doeloe. Para peserta
antusias dengan masa silam. Mereka membawa orang tua dan sanak keluarga
mengunjungi situs-situs bersejarah. Orang Indonesia sejak dulu suka
sejarah.
“Mereka
tinggal di lingkungan bersejarah, dekat benteng VOC, bangunan-bangunan
bersejarah, makam pahlawan. Mereka suka mencari tahu latar belakang
sejarahnya.”
Paket
wisata sejarah yang ditawarkan tidak jaman kolonial saja, juga jaman
kerajaan–kerajaan Nusantara dan purbakala. Namun yang paling disukai
adalah jaman VOC. Maklum ini sejarah yang kurang diketahui.
Di sekolah terutama diajarkan sejarah jaman kemerdekaan. Jaman VOC pada abad ke-17 menjadi terlalu jauh.
Rahasia
sukses biro wisatanya adalah kemasan yang menarik, karena di sekolah
orang Indonesia mendapat pelajaran sejarah yang membosankan. Sebaliknya
Plesiran Tempo Doeloe mengajak para peserta ke tempat bersejarah, sambil
menceritakan kisah historis dari berbagai sudut pandang: Belanda, orang
lokal, majalah, koran-koran jaman dulu.
Peserta
disuguhi pertunjukan film, slide dan sajian makanan khas jaman dulu.
“Jadi kemasannya yang penting, isi yang berat dijadikan ringan dengan
cara yang santai,” demikian Ade.
Hariyono
menambahkan bagaimana menempatkan sejarah bagi murid sekolah. “Sejarah
harus dijadikan wacana yang bukan saja untuk dikagumi tapi juga untuk
menyadarkan adanya sebuah proses. Anak didik sebaiknya disadarkan bahwa
mereka tidak hanya perlu kagum pada tokoh atau peristiwa masa lampau,
tapi juga harus bisa kritis terhadap masa kini dan masa depannya.”
Dalam
melihat sejarah sebagai proses, Hariyono melihat manusia diminta
pertanggungjawaban. Inilah sebabnya banyak orang Indonesia yang
menghindari tanggung jawab mereka karena melihat sejarah bukan sebagai
proses, tapi berita masa lalu yang agung dan besar. (Sumber: http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia)
sumber : http://harianhaluan.com (11 Janari 2012)