POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA 1808-1811
oleh : Najla Anissa Fatin ( Mahasiswi Sejarah 2010 )
Pada awal tahun 1808, Indonesia
masih dihantui sistem politik dan ekonomi zaman VOC. Hal ini
terlihat dari masih berlakunya sistem feodal, ditandai dengan kedudukan bupati yang
sangat kuat. Selain itu terlihat pula pada sistem ekonomi dengan sistem porsenan
kultur, yaitu persentase tertentu dari harga tafsiran penyerahan wajib dan
kontingen yang dipungut dari rakyat. Keberadaan Herman William Daendles di
Indonesia sebagai gubernur jendral yang bertujuan untuk mempertahankan Pulau
Jawa dari serangan Inggris terhambat keadaan kondisi diatas.
Untuk mengatasinya, Daendles
menggunakan sistem Liberal dengan membatasi hak-hak bupati, baik menyangkut penguasaan
tanah dan pemakaian tenaga rakyat (wajib tanam dan wajib kerja) dengan tujuan
untuk mengurangi pemerasan oleh penguasa dan juga prinsip ini dapat selaras
dengan kebebasan berdagang. Akan tetapi dalam hal ini, Daendels hanya
memperhatikan masalah pertahanan dan ketentaraan.
Ada satu program Daendels yang
sangat terkenal pada waktu itu, yakninya
pembuatan jalan raya pos dari Anyer ke Panarukan,
sebuah jalan yang membentang sekitar 1000 km atas dasar pertimbangan pertahanan
Jawa sebagai basis
melawan serangan Inggris di Samudra
Hindia. Dalam hal ini Daendels tidak mendatangkan orang-orang dari Belanda, akan
tetapi memperkerjakan orang-orang pribumi (Indonesia) sendiri, yang disebut
dengan kerja rodi. Sebenarnya belum
diketahui waktu yang pasti kapan pembangunan jalan tersebut dimulai. Akan
tetapi, bersamaan dengan dibuatnya jalan Beliau juga mendirikan jasa pos dan
telegraf yang kemudian menjadi nama jalan Anyer-Panarukan, groote postweg (Jalan Raya Pos). Perlu diperhatikan kemudian, didalam catatan pada tahun 1810 Deandles telah
membeli 200 kuda-alat pengangkut pos-yang menandakan jalan raya tersebut telah
selesai.
·
Kebijakan
Herman William Daendles di Indonesia
(1808-1811)
Selain
Jalan raya Pos diatas, ada beberapa kebijakan Daendels yang lain, terkait
dengan Politik Ekonomi di Indonesia, yang sebelumnya dipengaruhi kebijakan VOC.
i.
Politik
1. A. Meningkatakn jumlah
prajurit
Peningkatan jumlah prajurit ini, bertujuan untuk
memperkuat angkatan perangnya. Jumlah yang tadinya 4000 orang menjadi 18000
orang. Jumlah itu diperolehnya dari orang-orang pribumi. Sedangkan untuk
bintara dipergunakan orang Indo-Belanda dan untuk perwiranya adalah dari bangsa
Belanda sendiri.
Untuk meningkatkan kedisplinan prajurit, Daedels
mengadakan tangsi-tangsi militer yang baik, pakaian seragam, dan mengadakan
rumah sakit militer. Dengan adanya bekal seperti ini, setidaknya menjadikan
rakyat pribumi bisa belajar berperang.
2. B. Membangun
benteng-benteng baru
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa politik yang
diterapkan Daendels lebih mengarah pada
pertahanan dan ketentaraan yang kemudian terlihat pada taktik pertahanan
daratnya. Hal ini dibuktikan melalui benteng-benteng yang dibangun lebih
kepedalaman dengan pusatnya ditempatkan di Dataran Tinggi Bandung. Ini menjadi
pertimbangan Daendels karena benteng-benteng lama seperti Sunda Kelapa sudah
tidak kuat dan tidak sesuai lagi.
3. C. Membangun kembali
armada pertahanan laut
Selain dari penambahan prajurit dan membangun
benteng-benteng baru, Daendels juga membangun kembali armada pertahan laut. Hal
ini dirasa perlu oleh Daendels, karena armada belanda sudah hancur karena
serangan Inggris di Teluk Jakarta maupun Surabaya. Akan tetapi kebijakan
Daendels yang satu ini tidak berjalan lancar. Karena sampai ia ditarik kembali,
kapal-kapal perang yang dipesannya dari Eropa tak kunjung datang, karena
terhalang oleh Inggris.
4. D. Dibangunnya
pelabuhan-pelabuhan
Pelabuhan yang bisa dibangun oleh Daendels terdapat di
Surabaya tepatnya di pulau Menari,
dilengkapi dengan benteng yang bernama Lodewijk.
Pelabuhan yang juga digunakan sebagai
pangkalan armada ini, awalnya akan dibangun didaerah Ujung Kulon. Akan tetapi,
karna perlawanan dari Sultan Banten dan kondisi alam yang tidak memungkinkan,
sehingga jadilah pelabuhan tersebut di daerah surabaya yang sampai tahun 1942,
menjadi pangkalan armada Belanda.
ii.
Ekonomi
Walaupun sebenarnya
perhatian Daendels tertuju pada pertahanan dan ketentaraan, akan tetapi
Daendels juga membuat kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk membiayai
kebutuhan pertahanannya tersebut.
1)
Mengeluarkan uang
kertas
2)
Meningkatkan usaha
pemasukan
3)
Memakai cara
paksaan
4)
Menjual tanah keada
swasta
5)
Dibentuknya dewan
pengawas keuangan negara
·
Dampak Kebijakan
Pemerintahan Daendels di Indonesia (1808-1811)
1. Jawa
(Tengah)
Seiring
dengan adanya perjanjian Gianti pada tahun 1755, yang mengakibatkan perpecahan Negara Mataram menjadi Surakarta dan
Yogyakarta, menjadikan Daendels membuat sebuah kebijakan dengan merubah
kekuasaan. Yaitu, melaui upacara
penerimaan residen di Surakarta danYogyakarta. Dalam kebijakan itu, residen
dikerajaan-kerajaan tersebut harus diberi penghormatan
sebagai wakil suatu kekuasaan yang tertinggi dan menempatkannya sejajar dengan
raja-raja.
Hubungannya dengan perpecahan daerah tersebut, di Surakarta
kebijakan itu diterima. Sedangkan di Yogyakarta tidak seperti itu. Hal ini
terlihat dari sikap Hamengkubono II yang menentang peraturan ini pada tahun
1810. Sehingga ia dipaksa turun dari tahtanya melalui expedisi militer dan digantikan
oleh putra mahkota Daendels, dengan gelar Hamengkubono III.
Peristiwa ini membuat Daendels
bisa memaksa Yogyakarta dan Surakarta menerima perjanjian baru pada tahun 1811
yang menyebabkan Surakarta dan Yogyakarta kehilangan sebagian dari wilayahnya.
Pengaruh langsung dari pergantian
kekuasaan tersebut, adalah persoalan otonomi pengaturan keuangan dan
pembentukan angktan perang. Terlihat pada pergantian orang-orang jawa sebagai
anggota intinya dengan orang-orang Madura, Makasar, Bali, dan Budak-budak dari
daerah lain. Sistem kepangkatan dalam organisasi dan pengaturan ketentaraan
yang bergaya Perancispun diterapkan pada masyarakat pribumi.
2. Bandung
Pada awalnya, Pembangunan Jalan Raya Pos ditujukan untuk
kepentingan militer, akan tetapi lama kelamaan pembangunan ini malah memperkuat
posisi perekonomian kota-kota yang dilaluinya, termasuk Bandung. Dampak positif
dirasakan Bandung dari keberadaan jalan Raya Pos tersebut. Diantaranya terlihat
pada posisi Bandung yang semakin strategis di mata pemerintah kolonial Belanda
pasca diresmikannya Jalan Raya Pos. Posisi tersebut semakin kuat menyusul
dibukanya jalur kereta api Batavia–Bandung melalui Bogor–Sukabumi-Cianjur dan
jalur kereta api Batavia–Bandung melalui Purwakarta yang dibuka kemudian.
Pembukaan jalur transportasi
Bandung–Batavia ini semakin memudahkan hubungan kedua kota dan kondisi ini
mendorong semakin cepatnya pergerakan roda perekonomian di Bandung. Sampai
pertengahan abad ke-18, perjalanan dari Batavia ke pedalaman Priangan dilakukan
dengan menggunakan rakit atau perahu melewati Sungai Citarum atau Cimanuk.
Menurut catatan perjalanan yang ditemukan E.C.G. Molsbergen (1935), baru pada
tahun 1786 jalan setapak yang dapat dilewati kuda mulai menghubungkan
Batavia–Bogor–Cianjur–Bandung. Jalur tersebut memiliki arti penting bagi
kepentingan perekonomian kompeni Belanda, sebab pada tahun 1789 Pieter
Engelhard telah membuka perkebunan kopi di lereng selatan Gunung
Tangkubanparahu. Hasil tanaman kopi tersebut memberi panen yang sangat
memuaskan pada tahun 1807 (Kunto, 1984:11).
Akibatnya dengan pesatnya pembangunan Bandung ini telah mendorong
perubahan dalam pengelolaan wilayah.
3.
Batavia
Pada masa pemerintahannya, Daendels memindahkan ibukota pemerintahan dari
Batavia ke Wallevreden. Lalu memindahkan tempat tinggalnya dari Batavia ke
Buitenzorg (Bogor). Tempat tinggalnya itulah yang kini dikenal sebagai Istana
Bogor.
kesimpulan :
Walaupun sebenarnya
langkah-langkah yang diambil Daedels sebenarnya tidak salah, akan tetapi
dikarnakan pelaksanaannya yang sangat diktator sehingga selain banyak raja-raja
Indonesia yang menentangnya.
Setelah tiga tahun
pemerintahannya, Daendels kemudian digantikan oleh Jansens yang awalnya adalah
gubernur jendral ditanjung harapan. Atas Panggilan Napoleon Bonaparte pada
tahun 1811 yanng memerintahkannya dalam penyerbuan ke rusia setahun kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar